Sabtu, 10 Maret 2012

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)




Klasifikasi Benda
Prof. Mahadi mengemukakan pendapatnya yang dirumuskan dari pasal 499 KUH perdata mengenai pengertian benda yaitu “yang menjadi dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak”. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian benda merupakan setiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Barang adalah benda materil (berwujud) dan hak merupakan benda immateril (tidak berwujud).
Contoh daripada benda materil atau berwujud telah dapat kita pahami bersama yaitu seperti  mobil, rumah, pakaian dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya menjadi hak milik materil atau berda berwujud bagi si pemilik benda-benda tersebut.  Sedangkan untuk benda immateril atau benda yang tidak berwujud yaitu seperti hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan serta hak atas penciptaan karya seni berupa irama lagu. Irama lagu tercipta dari hasil penalaran manusia melalui proses berfikirnya.

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
            Hak kekayaan interlektual termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian hukum yang mengatur kebendaan. Hak kebendaan terdiri dari atas  hak benda materil dan hak benda immateril. Pembahasan mengenai hak kekayaan intelektual ini hanya mengenai hak benda yang tidak berwujud atau immateril.
Hak kekayaan intelektual atau Intellectual Property Rights merupakan hak yang melindungi hasil kreatifitas atas kemampuan daya pikir seseorang atau sekelompok orang yang diekspresikan kepada publik dalam berbagai bentuknya yang bermanfaat dan berguna menunjang kehidupan manusia serta tentunya memiliki nilai ekonomis. Pada dasarnya, hak kekayaan intelektual merupakan hak untuk dapat menikmati hasil dari suatu pola piker atau kreatifitas intelektual secara ekonomi.
Organisasi internasional yang menangani tentang hak kekayaan intelektual (HKI) yaitu WIPO (World Intellectual Property Organization). Sedangkan di Indonesia, badan organisasi yang berkepentingan dalam hak kekayaan intelektual adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditejen HAKI) serta Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditejen HAKI) tentunya memiliki beberapa fungsi, adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain meliputi:
1.      Merencanakan, melaksanakan serta melakukan pengawasan mengenai kebijakan teknis dalam bidang hak kekayaan intelektual.
2.      Melakukan pembinaan seperti memberikan bimbingan serta menyiapkan standar mengenai hak kekayaan intelektual
3.      Mmberikan pelayanan secara teknis dan administratif terhadap semua unsure yang terdapat di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektul (Ditjen HAKI).

Secara garis besar, ruang lingkup hak kekayaan intelektual dibagi menjadi dua bagian yaitu mengenai hak cipta dan hak perindustrian. Berikut ini merpakan penjelasan dari masing-masing bagian tersebut.

1.      Hak Cipta (Copy Rights)
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau sipenerima hak cipta tersebut untuk menpublikasikan maupun memperbanyak hasil karya ciptaannya atau memberikan izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan undang-undang yang berlaku. Dasar hukum yang  menangani hak cipta adalah undang-undang No. 19 tahun 2002 mengenai hak cipta yang sebelumnya undang-undang ini berawal dari undang-undang No. 6 tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk menggantikan hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah belanda kepada seluruh system hukum yang dijiwai falsafah Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Hak cipta memiliki sifat-sifat seperti dapat dialihkan seluruh atau sebagian atau seluruhnya, hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud serta hak cipta tidak dapat disita kecuali apabila hak cipta tersebut melawan hukum. Hasil ciptaan tidak wajiib didaftarkan karena pendaftaran hanya berperan sebagai alat bukti ketika ada pihak lain yang ingin mengakui hasil karya atau ciptaanya dikemudian hari.
Menurut Undang-undang Hak Cipta (UHC), yang termasuk dalam hak cipta yang perlu dilindungi yaitu mengenai ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan. Adapun jangka waktu untuk perlindungan hak cipta adalah sebagai berikut:
a.       Hak cipta berlangsung selama hidup pencipta dan akan terus berlangsung hingga 50  tahun setelah pencipta meninggal dunia,
b.      kurang lebih 50 tahun sejak diterbitkan, seperti buku, piranti lunak komputer, karya tulis, pamflet, dan hasil karya tulis yang dipegang oleh badan hukum; serta
c.       Untuk pencantuman dan perubahan nama samaran dari pencipta, hal ini berlaku tanpa batasan waktu.

2.      Hak Perindustrian (Industrial Property Rights)
Hak perindustrian dibagi menjadi beberapa bagian. Berikut ini merupakan pembagian daripada hak perindustrian yaitu meliputi:
1.      Hak Paten
Merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
2.      Desain (design)
Merupakan rancangan yang berasal dari ide atau buah pikir manusia.
3.      Hak Merek
4.      Desain tata letak sirkuit terpadu, dll.


Studi Kasus Pelanggaran HAKI:
HAKI mendapatkan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran HAKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software. Tingkat pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang komputer sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang digunakan di Indonesia merupakan program yang disalin secara ilegal.
Dampak dari pembajakan tersebut menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance).
Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Berikut adalah daftar harga software asli dari Microsoft:. 
  • CD Original Windows® 98 Second Edition US$75 
  • CD Original Windows® Millennium Edition US$75 
  • CD Original Windows® XP Home Edition US$75 
  • CD Original Windows® 2000 Professional 1-2CPU US$175 
  • CD Original Windows® XP Professional US$175 
  • CD Original Windows® 2000 Server 1-4CPU for 5 CALs US$750 
  • CD Original Office 2000 SBE Edition (includes MS Word, MS Excel, MSOutlook, MS Publisher,Small Business Tools) US$210 
  • CD Original Office XP Small Business Win32 English (includes MS Word, MSExcel, MS Outlook, MS Publisher) US$200.

 Harga di atas tentunya sangat jauh jika dibandingkan dengan CD bajakan yang ada di Indonesia. Bagi kita pun, rasanya seperti sudah sangat biasa kita menemukan betapa sofware-software tersebut ataupun dalam bentuk collection yang dijual hanya dengan harga yang berkisar antara lima hingga beberapa puluh ribu rupiah di toko-toko komputer, ataupun perlengkapan aksesorisnya.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan software bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan software bajakan. Bagaimana sebenarnya cara yang bisa menjadi pemecahan terbaik dan cost-efective untuk melegalisasikan penggunaan software tersebut? Baik menggunakan opensource ataupun proprietary sama-sama membutuhkan investasi yang (secara makro) cukup besar.

Tanggapan:
Bentuk pelanggaran seperti ini umumnya disebabkan karena beberapa factor seperti lemahnya penegak hukum, kurangnya kesadaran masyarakat serta kondisi ekonomi yang terjadi pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Penegakan hukum di bidang HAKI harus dilakukan secara serius dan efektif.
Lemahnya penegak hukum merupakan salah satu factor yang menyebabkan meluasnya pembajakan software maupun penjualannya. Hal ini terjadi karena kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada si pelaku pelanggaran HAKI menandakan lemahnya penegakan hukum di tanah air yang tidak dapat memberikan efek jera bagi si pelaku, Penyebab lainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di bidang HKI masih belum memadai. Masih sedikit anggota Polri yang memiliki pengetahuan dan memahami tentang HKI dan dengan keterbatasan itu memungkinkan terjadinya ‘main mata’ antara penegak hukum dan si pelanggar. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah melalui aparat penegak hokum dapat bersama-sama menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dengan penuh ketegasan menindak pelaku-pelaku pelanggaran dengan hukuman yang kiranya dapat menimbulkan efek jera bagi si pelaku pelanggaran hak tersebut serta menindak tegas aparat yang didapati berkompromi dalam bentuk apapun dengan si pelanggar.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kasus tersebut serta kondisi ekonomi yang terpuruk di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya juga merupakan factor yang sangat penting dalam meluasnya peredaran software bajakan. Sebaiknya masyarakat sadar bahwa software original lebih baik dalam hal kualitas, umur pemakaian dan lain sebagainya. Meskipun harganya sedikit lebih mahal, akan tetapi dapat menimbulkan rasa kepuasan tersendiri dan akan terasa jauh perbedaannya antara kualitas software bajakan dan software original. Upaya dalam menangani peredaran software bajakan tersebut dimulai dari masyarakat itu sendiri, misalnya dengan cara memboikot berbagai jenis software bajakan.


      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar