Klasifikasi Benda
Prof. Mahadi
mengemukakan pendapatnya yang dirumuskan dari pasal 499 KUH perdata mengenai
pengertian benda yaitu “yang menjadi dapat menjadi objek hak milik adalah benda
dan benda itu terdiri dari barang dan hak”. Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pengertian benda merupakan setiap barang dan hak yang
dapat dikuasai oleh hak milik. Barang adalah benda materil (berwujud) dan hak
merupakan benda immateril (tidak berwujud).
Contoh daripada benda
materil atau berwujud telah dapat kita pahami bersama yaitu seperti mobil, rumah, pakaian dan lain sebagainya. Hal
tersebut tentunya menjadi hak milik materil atau berda berwujud bagi si pemilik
benda-benda tersebut. Sedangkan untuk
benda immateril atau benda yang tidak berwujud yaitu seperti hak atas bunga
uang, hak sewa, hak guna bangunan serta hak atas penciptaan karya seni berupa
irama lagu. Irama lagu tercipta dari hasil penalaran manusia melalui proses
berfikirnya.
Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak
kekayaan interlektual termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian
hukum yang mengatur kebendaan. Hak kebendaan terdiri dari atas hak benda materil dan hak benda immateril.
Pembahasan mengenai hak kekayaan intelektual ini hanya mengenai hak benda yang
tidak berwujud atau immateril.
Hak kekayaan
intelektual atau Intellectual Property Rights
merupakan hak yang melindungi hasil kreatifitas atas kemampuan daya pikir seseorang
atau sekelompok orang yang diekspresikan kepada publik dalam berbagai bentuknya
yang bermanfaat dan berguna menunjang kehidupan manusia serta tentunya memiliki
nilai ekonomis. Pada dasarnya, hak kekayaan intelektual merupakan hak untuk
dapat menikmati hasil dari suatu pola piker atau kreatifitas intelektual secara
ekonomi.
Organisasi
internasional yang menangani tentang hak kekayaan intelektual (HKI) yaitu WIPO
(World Intellectual Property Organization).
Sedangkan di Indonesia, badan organisasi yang berkepentingan dalam hak kekayaan
intelektual adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditejen HAKI)
serta Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual (Ditejen HAKI) tentunya memiliki beberapa fungsi, adapun
fungsi-fungsi tersebut antara lain meliputi:
1. Merencanakan,
melaksanakan serta melakukan pengawasan mengenai kebijakan teknis dalam bidang
hak kekayaan intelektual.
2. Melakukan
pembinaan seperti memberikan bimbingan serta menyiapkan standar mengenai hak
kekayaan intelektual
3. Mmberikan
pelayanan secara teknis dan administratif terhadap semua unsure yang terdapat
di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektul (Ditjen HAKI).
Secara garis besar,
ruang lingkup hak kekayaan intelektual dibagi menjadi dua bagian yaitu mengenai
hak cipta dan hak perindustrian. Berikut ini merpakan penjelasan dari
masing-masing bagian tersebut.
1.
Hak
Cipta (Copy Rights)
Hak
cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau sipenerima hak cipta tersebut
untuk menpublikasikan maupun memperbanyak hasil karya ciptaannya atau memberikan
izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
undang-undang yang berlaku. Dasar hukum yang menangani hak cipta adalah undang-undang No.
19 tahun 2002 mengenai hak cipta yang sebelumnya undang-undang ini berawal dari
undang-undang No. 6 tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang ini
dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk menggantikan hukum yang ditinggalkan
oleh pemerintah belanda kepada seluruh system hukum yang dijiwai falsafah
Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Hak
cipta memiliki sifat-sifat seperti dapat dialihkan seluruh atau sebagian atau
seluruhnya, hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud serta
hak cipta tidak dapat disita kecuali apabila hak cipta tersebut melawan hukum.
Hasil ciptaan tidak wajiib didaftarkan karena pendaftaran hanya berperan
sebagai alat bukti ketika ada pihak lain yang ingin mengakui hasil karya atau
ciptaanya dikemudian hari.
Menurut
Undang-undang Hak Cipta (UHC), yang termasuk dalam hak cipta yang perlu dilindungi
yaitu mengenai ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan. Adapun jangka waktu
untuk perlindungan hak cipta adalah sebagai berikut:
a. Hak
cipta berlangsung selama hidup pencipta dan akan terus berlangsung hingga
50 tahun setelah pencipta meninggal dunia,
b. kurang
lebih 50 tahun sejak diterbitkan, seperti buku, piranti lunak komputer, karya tulis, pamflet,
dan hasil karya tulis yang dipegang oleh badan hukum; serta
c. Untuk pencantuman dan
perubahan nama samaran dari pencipta, hal ini berlaku tanpa batasan waktu.
2.
Hak
Perindustrian (Industrial Property Rights)
Hak
perindustrian dibagi menjadi beberapa bagian. Berikut ini merupakan pembagian
daripada hak perindustrian yaitu meliputi:
1. Hak
Paten
Merupakan hak khusus yang diberikan
negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan
persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
2. Desain
(design)
Merupakan rancangan yang berasal
dari ide atau buah pikir manusia.
3. Hak
Merek
4. Desain
tata letak sirkuit terpadu, dll.
Studi Kasus Pelanggaran HAKI:
HAKI mendapatkan sorotan khusus karena hak tersebut dapat
disalahgunakan dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena
konvergensi teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang
sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si
pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah
dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang
memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran HAKI sudah
dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar
dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software. Tingkat pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang
komputer sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang
digunakan di Indonesia merupakan program yang disalin secara ilegal.
Dampak dari pembajakan tersebut menurunkan citra dunia
Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini menurunkan tingkat
kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan tingkat kepercayaan calon
pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia
belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari
citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan
Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian
“Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga
besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA
(Bussiness Software Alliance).
Suburnya pembajakan software
di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI,
selain itu pembajakan software
sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya
dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan
karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan
kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa
dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Berikut adalah
daftar harga software asli dari
Microsoft:.
- CD Original Windows® 98 Second Edition US$75
- CD Original Windows® Millennium Edition US$75
- CD Original Windows® XP Home Edition US$75
- CD Original Windows® 2000 Professional 1-2CPU US$175
- CD Original Windows® XP Professional US$175
- CD Original Windows® 2000 Server 1-4CPU for 5 CALs US$750
- CD Original Office 2000 SBE Edition (includes MS Word,
MS Excel, MSOutlook, MS Publisher,Small
Business Tools) US$210
- CD Original Office XP Small Business Win32 English (includes MS Word, MSExcel, MS Outlook, MS Publisher) US$200.
Harga di atas tentunya sangat jauh jika dibandingkan
dengan CD bajakan yang ada di Indonesia. Bagi kita pun, rasanya seperti sudah
sangat biasa kita menemukan betapa sofware-software
tersebut ataupun dalam bentuk collection yang dijual hanya dengan harga yang
berkisar antara lima hingga beberapa puluh ribu rupiah di toko-toko komputer,
ataupun perlengkapan aksesorisnya.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa
penggunaan software bajakan ini tidak
hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula mencakup kalangan korporat,
pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya sendiri pun bisa dikatakan
belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan software bajakan. Bagaimana sebenarnya cara yang bisa menjadi
pemecahan terbaik dan cost-efective untuk melegalisasikan penggunaan software tersebut? Baik menggunakan
opensource ataupun proprietary sama-sama membutuhkan investasi yang (secara
makro) cukup besar.
Tanggapan:
Bentuk pelanggaran
seperti ini umumnya disebabkan karena beberapa factor seperti lemahnya penegak hukum,
kurangnya kesadaran masyarakat serta kondisi ekonomi yang terjadi pada
kebanyakan masyarakat Indonesia. Tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Penegakan hukum di bidang HAKI harus dilakukan secara serius dan efektif.
Lemahnya penegak hukum
merupakan salah satu factor yang menyebabkan meluasnya pembajakan software maupun penjualannya. Hal ini
terjadi karena kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang
terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada si pelaku pelanggaran HAKI menandakan
lemahnya penegakan hukum di tanah air yang tidak dapat memberikan efek jera
bagi si pelaku, Penyebab lainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat
penegak hukum di bidang HKI masih belum memadai. Masih sedikit anggota Polri
yang memiliki pengetahuan dan memahami tentang HKI dan dengan keterbatasan itu
memungkinkan terjadinya ‘main mata’ antara penegak hukum dan si pelanggar. Oleh
karena itu sebaiknya pemerintah melalui aparat penegak hokum dapat bersama-sama
menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dengan penuh ketegasan
menindak pelaku-pelaku pelanggaran dengan hukuman yang kiranya dapat
menimbulkan efek jera bagi si pelaku pelanggaran hak tersebut serta menindak
tegas aparat yang didapati berkompromi dalam bentuk apapun dengan si pelanggar.
Kurangnya kesadaran
masyarakat akan kasus tersebut serta kondisi ekonomi yang terpuruk di kalangan
masyarakat Indonesia pada umumnya juga merupakan factor yang sangat penting
dalam meluasnya peredaran software
bajakan. Sebaiknya masyarakat sadar bahwa software
original lebih baik dalam hal kualitas, umur pemakaian dan lain sebagainya.
Meskipun harganya sedikit lebih mahal, akan tetapi dapat menimbulkan rasa kepuasan
tersendiri dan akan terasa jauh perbedaannya antara kualitas software bajakan dan software original. Upaya dalam menangani
peredaran software bajakan tersebut
dimulai dari masyarakat itu sendiri, misalnya dengan cara memboikot berbagai
jenis software bajakan.
Referensi:
http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/
Studi Kasus dari:
http://shadrina-life.blogspot.com/2012/03/hak-atas-kekayaan-intelektual_07.html
http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/
Studi Kasus dari:
http://shadrina-life.blogspot.com/2012/03/hak-atas-kekayaan-intelektual_07.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar